Kamis, 21 Februari 2008

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP)


PROSES PEMILIHAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI HARUS LEBIH TRANSPARAN DAN
MELIBATKAN PARTISIPASI PUBLIK

Sejak awal Februari 2008, DPR telah melakukan penjaringan nama-nama calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan akan segera melangsungkan mekanisme fit and proper test yang merupakan tahapan paling menentukan dalam pemilihan hakim MK. Langkah DPR ini diikuti pula oleh Mahkamah Agung (MA) yang telah menetapkan dua orang calon. Hanya Pemerintah yang belum mengumumkan secara resmi nama-nama calon hakim MK yang akan diusulkan ke DPR.

Dalam konteks pemilihan calon hakim MK baik dari Pemerintah, DPR maupun MA, Koalisi Pemantau Peradilan menilai bahwa proses pemilihan hakim MK tidak memiliki standar baku dan prosedur yang baik. Dapat dikatakan bahwa pemilihan dan mekanismenya lebih tidak pasti dibandingkan pemilihan hakim agung. Setiap calon dari masing-masing unsur (sementara ini dari DPR dan MA) ternyata dipilih sesuai dengan metode yang "disukai" masing-masing lembaga dan cenderung mengingkari prinsip transparansi dan partisipasi publik.

Di dalam berbagai kesempatan DPR menyatakan akan menggelar mekanisme fit and proper test dalam pemilihan calon hakim MK, namun di sisi lain DPR tidak bertindak transparan dan partisipatif. Masyarakat masih belum leluasa dan mudah mendapatkan informasi yang lengkap dan utuh mengenai profil/latar belakang ke-21 orang calon hakim MK. Bahkan, jadwal atau alokasi waktu yang direncanakan Komisi III untuk menyeleksi calon-calon tersebut tidak diketahui dengan pasti. Akibatnya, masyarakat sulit dan tidak dapat berpartisipasi secara maksimal. Apalagi keinginan masyarakat yang ingin menginformasikan rekam jejak calon, tentu menjadi perkara yang rumit karena ketidakadaan saluran (yang seharusnya disediakan oleh Komisi III sebagai alat kelengkapan DPR yang akan menyeleksi calon hakim MK). Situasi yang kurang lebih sama terjadi pula di lingkungan MA. Munculnya dua orang calon hakim MK usulan MA lepas sama sekali dari pengamatan dan jangkauan publik. Pilihan MA masih menimbulkan tanda tanya dan kerisauan masyarakat khususnya mengenai aspek integritas dan "kenegarawanan" calon.

Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradilan mendesak agar nama-nama calon berikut profil lengkap dan alokasi waktu seleksi disosialisasikan kepada publik, sehingga membuka ruang yang cukup dan accessible bagi publik untuk menyampaikan masukan dan laporan seputar profil dan rekam jejak calon hakim MK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 UU MK.

Koalisi juga meminta kepada DPR agar pemilihan hakim MK memperhatikan komposisi hakim MK sehingga hakim MK terpilih memiliki pandangan dan latar belakang keilmuwan yang beragam, tidak terjebak semata-mata dengan latar belakang ahli hukum tata negara semata. Disamping itu keterwakilan gender juga sebaiknya diperhatikan, karena seluruh calon yang mengikuti tahapan seleksi di DPR ataupun yang dicalonkan oleh MA tidak menunjukan komposisi yang berimbang ataupun keterwakilan perempuan.
Koalisi juga mendesak agar penguasaan dan penghormatan terhadap HAM menjadi parameter bagi DPR dalam menilai dan memilih hakim MK, termasuk bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).



Jakarta, 21 Februari 2008


Koalisi Pemantau Peradilan

Zainal Abidin (YLBHI) Hp. 08128292015
Wahyu Wagiman (ELSAM) Hp. 081311228246
Uli Parulian (The Indonesian Legal Resource Center/ILRC) Hp. 08176683013
Arsil (LEIP) Hp. 081310624634
Emerson Yuntho (ICW) 081389979760
Rahmat Bagja (Center for Law Information/Celi) 08129535660
Purnomo (LeiP) Hp. 081314600631
Tandyono Bawor (LBH Semarang)

Tidak ada komentar: